PatriaPos Indonesia | Portal Media Independen Terkini & Terpercaya

Silsilah Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang

Ilustrasi sosok Prabu Siliwangi
Ilustrasi gambar

PatriaPos.Com – Siapa yang tak mengenal Prabu Siliwangi, sosok raja agung yang melegenda dari Kerajaan Pajajaran?

Ia dikenal sebagai penguasa yang karismatik dan bijaksana, memimpin wilayah Tatar Sunda dari awal abad ke-15 hingga menjelang akhir abad ke-16.

Nama aslinya adalah Sri Baduga Maharaja, dan dalam berbagai sumber sejarah, ia disebut sebagai putra dari Prabu Anggalarang, raja Kerajaan Galuh.

Namun, terdapat pula versi yang menyebutkan bahwa ayahnya adalah Mahaprabu Niskala Wastu Kancana, penguasa dari Kerajaan Surantaka. Sementara itu, ibunya dikenal dengan nama Nyai Ambetkasih.

Raja Siliwangi memiliki pengaruh begitu besar, dengan wilayah kekuasaan yang membentang luas dari tanah Pasundan di Jawa Barat hingga sebagian wilayah Jawa Tengah.

Namun, yang membuat kisah Prabu Siliwangi begitu menarik bukan hanya soal kepemimpinan dan kekuasaannya, melainkan juga bagaimana ia menyikapi datangnya agama Islam di tanah yang ia pimpin.

Berbeda dari kebanyakan raja lain di masanya, Prabu Siliwangi tidak memusuhi ajaran baru itu. Ia justru membuka diri dan menerima Islam dengan tangan terbuka.

Tak ada pemberontakan, tak ada konflik besar. Para ulama yang datang pun dapat hidup dan berdakwah dengan damai di bawah naungannya.

Salah satu kisah paling memikat dari masa itu adalah pertemuan antara Prabu Siliwangi dengan Nyai Subang Larang.

Pada suatu hari, dalam sebuah perjalanan ke daerah Karawang, Prabu Siliwangi melihat seorang perempuan muda yang tengah khusyuk membaca Al-Qur’an.

Sosok itu adalah Nyai Subang Larang putri sekaligus murid dari Syekh Qura atau Syekh Hasanuddin, seorang ulama besar yang mendirikan pesantren pertama di Karawang. Parasnya cantik, auranya tenang, dan pembawaannya penuh wibawa.

Seketika, hati Prabu Siliwangi tergugah. Ia jatuh hati pada pandangan pertama. Sebagai raja, tentu ia punya kuasa untuk melamar siapa saja yang ia inginkan. Maka ia pun mengajukan pinangan kepada Nyai Subang Larang.

Namun, di sinilah kisah ini menjadi luar biasa. Alih-alih menerima lamaran dari raja besar yang termasyhur itu, Nyai Subang Larang menolak dengan halus namun tegas. Alasannya bukan karena sombong atau meremehkan, melainkan karena keyakinan.

Ia memegang teguh prinsip agamanya, berpegang pada Surah Al-Baqarah ayat 221 yang melarang pernikahan antara perempuan muslim dengan laki-laki yang berbeda keyakinan.

Bagi Nyai Subang Larang, iman adalah pondasi utama dalam pernikahan lebih penting dari harta, kekuasaan, atau penampilan.

Sikap ini membuat Prabu Siliwangi terkesan. Ia tidak marah, tetapi justru menghormati keyakinan Nyai Subang Larang.

Setelah melewati proses panjang, sang raja Pajajaran ini akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam demi bisa mempersunting Nyai Subang Larang.

Dari pernikahan mereka, lahirlah tiga anak  Walangsungsang, Rara Santang, dan Raja Sengara (Raden Kian Santang) yang turut memainkan peran penting dalam penyebaran agama islam di Nusantara.

Walangsungsang dikenal sebagai Pangeran Cakrabuana, pendiri Cirebon. Rara Santang ibu dari Syeh Syarif Hidayatullah, atau Sunan Gunung Jati, salah satu Wali Songo yang sangat berjasa dalam dakwah Islam di tanah Jawa.

Silsilah ini tak berhenti di situ. Dari garis keturunan Sunan Gunung Jati, lahirlah tokoh-tokoh besar yang memainkan peran penting dalam sejarah Islam.

Maulana Hasanuddin, putra beliau, mendirikan Kesultanan Banten, sebuah kerajaan Islam yang memiliki kekuatan dan pengaruh yang besar di sepanjang ujung barat Pulau Jawa.

Di bawah kepemimpinannya, agama Islam terus menyebar ke daerah pedalaman Banten dan bahkan mencapai wilayah selatan Sumatera.

Dari generasi ke generasi, semangat dakwah terus hidup. Cucu Sunan Gunung Jati, Sultan Maulana Yusuf, melanjutkan perjuangan dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran, ibu kota terakhir Kerajaan Sunda yang masih menganut Hindu. Peristiwa ini menjadi momen penting dalam proses Islamisasi di tanah Sunda.

Nama besar lain yang muncul dari garis keturunan ini adalah Sultan Ageng Tirtayasa, cicit Sunan Gunung Jati. Ia tidak hanya dikenal sebagai pemimpin religius, tapi juga sebagai pejuang anti-penjajahan yang gigih menentang dominasi VOC Belanda. Di masa pemerintahannya, Banten mengalami masa kejayaan, dan pendidikan Islam berkembang pesat.

POSTING TERKAIT
TERPOPULER